Sejarah Pesantren

Sebuah realitas sosial menunjukkan bahwa saat ini tuntutan masyarakat terhadap pendidikan yang bermutu atau berkualitas dalam artian peserta didik yang memiliki hafalan al-Qur’an, pemahaman dan pengamalan berupa akhlakul Qur’an semakin meningkat. Fenomena ini paling tidak dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu; faktor arus globalisasi dan faktor kesadaran persyarikatan Muhammdiyah akan perlunya pendidikan kader umat yang berkemajuan dan yang mencerahkan.  Faktor arus globalisasi, melahirkan tuntutan perlunya sumber daya manusia yang berkualitas, karena persaingan global dalam era pasar bebas atau masyarakat ekonomi asean (MEA) akan melahirkan kompetisi yang keras dan untuk mengambil peran di era ini setiap individu dituntut memiliki keuletan, kedisiplinan, etos kerja yang tinggi, pandai menangkap peluang, serta memiliki semangat untuk terus belajar. Kualitas sumber daya manusia tidak hanya diukur dengan pendidikan dan keterampilan semata, namun juga berkaitan dengan mentalitas yang dilandasi sistem moral yang etis berdasarkan legal formal teks dan idealitas Qur’ani.  

        Dalam prespektif ideologis, spirit Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi mungkar tidak boleh layu oleh teriknya matahari peradaban yang selalu berkembang, dan tidak boleh haus oleh derasnya hujan dinamika perubahan masyarakat. Berdiri diatas garis ini, Muhammadiyah menaruh komitmen yang tinggi pada berbagai usaha pencerahan serta pemberdayaan ummat Islam dan masyarakat (bangsa) guna mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yakni masyarakat yang berkeutamaan dibawah naungan ridho Allah SWT

        Dalam prespektif historis, sejarah mencatat bahwa tersebarnya Muhammadiyah keberbagai penjuru karena adanya gerakan dari para muballigh dan ulama Muhammadiyah dan saat ini keberadaan mereka tetap sangat dibutuhkan.

        Secara praktis, kebutuhan kader yang menggerakan (muharrik), memiliki kompetensi dasar-dasar keilmuan Keislaman dan kemampuan  teknis praktis untuk mejawab problematika dakwah masa kini diseluruh pelosok tanah air, terasa sangat mendesak. Secara matematis kebutuhan kader umat dalam Muhammadiyah se-provinsi lebih dari 700 orang.

        Dalam konteks lokal pondok pesantren Muhammadiyah lahir dari sebuah kegelisahan dan kekawatiran atas gejala semakin langkanya kader ummat untuk persyarikatan muhammadiyah, terlebih, sepeninggalanya Allahu Yarham Bpk. Mahfudz sidik, Bpk. Muhtar AM, dan Bpk Supoyo, dan  Bpk Tajudin Rasul belum banyak bermunculan kader-kader baru yang siap menggantikan posisi keagamaan dan kemasyarkatan mereka. Karenanya, dari suasana psikologis inilah timbul semangat  dari Bapak H. Abdullah Sajadi dan Ibu Suyarmi untuk memawakfkan sebidang tanah yang dilengkapi dengan gedung berlantai dua (yang sekarang sebagai kampus 2). Secara bersamaan tugas belajar Saudara Ahmad Sujino dari Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yokyakarta (PUTM) sebagai utusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lampung Tengah telah berakhir.

        Kesadaran di atas telah mendorong Muhammadiyah Kota Metro Tahun 2003/2004 mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Ma’had ‘Aly Tarbiyatul Muballighin Muhammadiyah Metro yang  peresminya dilakukanpada  tanggal 27 April 2004 oleh ketua PP. Muhammadiyah Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif. Namun dalam  perkembangannya pada tahun 2016 berubah nama menjadi Pondok Pesantren Muhammadiyah At-Tanwir  Metro.